Jika kita membiarkan kasih Tuhan yang diberikan secara cuma-cuma memenuhi kita dan meluaskan hati kita, dan jika kita membiarkannya meluap secara spontan, dengan memberikannya kembali kepada orang lain, dengan segenap diri kita, tanpa rasa takut, perhitungan atau pengkondisian, maka kita bertumbuh dalam kebebasan, dan menyebarkan keharuman di sekeliling kita.
Sebenarnya, dalam roti yang dipecah-pecahkan dan piala yang dipersembahkan kepada para murid, Dialah yang memberikan diri-Nya untuk semua umat manusia, dan menawarkan diri-Nya untuk kehidupan dunia.
Roh Kudus berbicara kepada kita dengan kata-kata yang mengekspresikan perasaan yang indah, seperti kasih sayang, rasa syukur, kepercayaan, belas kasihan. Kata-kata yang membuat kita mengetahui hubungan yang indah, bercahaya, konkret dan abadi seperti Kasih Allah yang kekal.
Bacaan Injil dalam Misa menyatakan bahwa Yesus, setelah mempercayakan tugas untuk melanjutkan pekerjaan-Nya kepada para Rasul, "terangkat ke surga, lalu duduk di sebelah kanan Allah" (Mrk 16:19). Inilah yang dikatakan Injil: Dia "terangkat ke surga, lalu duduk di sebelah kanan Allah".
Agar kemanusiaan kita tidak kehilangan arah, marilah kita mencari kebijaksanaan yang telah ada sebelum segala sesuatu (bdk. Sir 1:4): kebijaksanaan ini akan membantu kita untuk menempatkan sistem kecerdasan artifisial dalam melayani komunikasi yang sepenuhnya manusiawi.
Kerahasiaan itu hilang apabila sudah ada pengumuman resmi dari Paus.