Kita semua telah mengagumi betapa Paus Fransiskus, yang dijiwai oleh kasih Tuhan dan didukung oleh anugerah-Nya, telah setia pada misinya hingga mengerahkan segenap kekuatannya. Ia telah memperingatkan mereka yang berkuasa bahwa mereka harus taat kepada Allah dan bukan kepada manusia dan memberitakan kepada seluruh umat manusia sukacita Injil, Bapa yang Berbelaskasih, Kristus Sang Juruselamat.
Adalah benar bahwa kita semua, seluruh umat yang telah dibaptis ini, dipanggil untuk menjadi saksi-saksi Tuhan Yesus, yang telah wafat dan bangkit kembali. Tetapi sama benarnya bahwa kita, para kaum hidup bakti, telah menerima panggilan ini, panggilan pemuridan yang meminta kita untuk menjadi saksi akan keutamaan Allah dengan segenap hidup kita.
Hari ini liturgi dihidupkan dan diikuti oleh beberapa Bapa dan putra-putri dari Gereja-gereja Katolik Timur, yang hadir bersama kita untuk memberikan kesaksian akan kekayaan pengalaman iman mereka dan jeritan penderitaan mereka, yang dipersembahkan untuk peristirahatan abadi mendiang Paus.
Paus Fransiskus berasal dari Kristus, ia milik-Nya, dan sekarang setelah ia meninggalkan bumi ini ia sepenuhnya milik Kristus. Tuhan membawa Jorge Bergoglio bersamanya sejak pembaptisannya, dan sepanjang seluruh keberadaannya. Dia milik Kristus, yang menjanjikan kepadanya kepenuhan hidup.
Dengan cara tertentu, Paus Fransiskus juga menitipkan sabda ini kepada Dewan Kardinal, yang terdiri atas orang-orang muda dan tua, di mana setiap orang dapat diajar oleh Tuhan, memahami mimpi yang Dia miliki bagi Gereja-Nya dan mencoba mewujudkannya dengan semangat muda dan baru.
Jawaban Yesus menunjukkan bahwa bukan pengakuan iman, pengetahuan teologis atau praktik sakramental yang menjamin partisipasi dalam sukacita Allah, tetapi keterlibatan kualitatif dan kuantitatif dalam pengalaman manusiawi dari saudara-saudara kita yang paling hina. Dan sosok manusia itu adalah raja-raja Yesus dari Nazaret, yang dalam kehidupan duniawinya turut menanggung segala kelemahan kodrat kita, sampai-sampai ditolak, dianiaya, dan di salib.
Sikap penabur yang ekstrem, total, dan melelahkan itu membuat saya mengingat kembali hari Paskah Paus Fransiskus, pencurahan tanpa henti ke dalam berkat dan pelukan umat-Nya, sehari sebelum dia meninggal. Tindakan terakhir dari penaburannya yang tak kenal ampuh adalah proklamasi belas kasihan Tuhan.
Injil memberi tahu kita bahwa justru pada saat-saat kegelapan inilah Tuhan datang kepada kita dengan cahaya kebangkitan, untuk menerangi hati kita. Paus Fransiskus mengingatkan kita akan hal ini sejak pemilihannya dan sering mengulanginya kepada kita, menempatkan sukacita Injil sebagai pusat kepausannya