Menghidupi persaudaraan bukan hanya dengan mentaati larangan “jangan membunuh”, tetapi juga jangan memarahi, bertindak kasar dan memfitnah sesama.
Iman dan pengharapan kita kepada Tuhan hendaknya berlandaskan pada keyakinan bahwa Allah adalah Bapa Yang Mahabaik, yang selalu mengasihi dan berbuat baik kepada kita.
Berbeda dengan sikap orang Niniwe dan ratu Selatan yang bertobat dan percaya setelah mendengar seruan pertobatan Yunus dan kebijaksanaan Salomo. Sesungguhnya, Yesus jauh lebih besar dari Yunus dan Salomo, namun orang Yahudi tetap tidak mau bertobat dan tidak percaya kepada-Nya.
Dalam masyarakat kita yang terlalu diperbudak oleh logika pasar, di mana segala sesuatu beresiko tunduk pada kriteria kepentingan dan pencarian keuntungan, kerelawanan adalah nubuat dan tanda harapan, karena menjadi saksi keutamaan kerelawanan, solidaritas dan pelayanan kepada mereka yang paling membutuhkan.
Ketika kita melakukan perjalanan melalui padang gurun bersama-Nya, kita mengikuti jalan yang belum pernah kita lalui: Yesus sendiri membuka jalan pembebasan dan penebusan yang baru bagi kita. Dengan mengikuti Tuhan dalam iman, dari para pengembara, kita menjadi peziarah.
Doa bukanlah permintaan. Doa merupakan kerinduan jiwa. Adalah lebih baik jika dalam doa kita memiliki hati tanpa kata-kata daripada kata-kata tanpa hati.
Komitmen kalian, selaras dengan komitmen seluruh Gereja, menunjuk pada pendekatan yang berbeda, pendekatan yang menempatkan martabat manusia sebagai pusatnya dan memprioritaskan mereka yang lebih lemah.
Abu mengingatkan kita akan pengharapan yang menjadi tujuan kita dipanggil di dalam Yesus, Anak Allah, yang telah mengambil debu bumi dan mengangkatnya ke ketinggian surga. Dia turun ke dalam jurang debu, mati untuk kita dan mendamaikan kita dengan Bapa