Mengasihi Tuhan berarti melayani, peduli dan solider dengan nasib mereka yang menderita, yang merupakan tanda nyata kehadiran Tuhan di tengah dunia.
Masa Prapaskah merupakan gladi rohani untuk memperkuat daya tahan kita sehingga di kemudian hari kita berani memberikan perlawanan dan tampil sebagai pemenang seperti dialami oleh Yesus, Sang Guru.
Meskipun secara sosial, si Lewi dianggap sebagai pendosa, namun Yesus tetap memilih dan memanggilnya untuk menjadi murid-Nya. Yesus mencintai dan mendekati para pendosa, yang ditandai “makan bersama” dengan mereka.
Seperti Maria dan Yusuf, yang penuh pengharapan, marilah kita juga mengikuti jejak Tuhan, yang tidak membiarkan diri-Nya dikekang oleh aturan-aturan kita, dan membiarkan diri-Nya ditemukan bukan pada suatu tempat, tetapi dalam tanggapan kasih terhadap kebapaan ilahi yang lembut, suatu tanggapan kasih yang merupakan hidup berbakti
Berpuasa berarti keluar dari kecenderungan untuk mencari kepentingan diri sendiri dan semakin bermurah hati dan bersolider dengan sesama.
Yesus mengingatkan para Murid-Nya bahwa konsekuensi dari mengikuti-Nya adalah siap untuk mengikuti jalan penderitan, yang akan membawa kepada sukacita Paskah, keselamatan sejati.
Pertobatan sejati bukanlah sebatas “mengoyakan pakian” (praktek lahirah), melainkan “mengoyakan hati” (pertobatan hati). Hati yang menyesali kesalahannya dan berbalik kepada Allah (metanonia)
Ini berarti berjalan berdampingan, tanpa mendorong atau menginjak orang lain, tanpa iri hati atau kemunafikan, tanpa membiarkan siapa pun tertinggal atau tersisih. Marilah kita semua berjalan ke arah yang sama, menuju tujuan yang sama, saling memperhatikan satu sama lain dalam kasih dan kesabaran.